Senin

Kekuasaan dan Leadership

Tugas Softskill Semester 5
Psikologi Manajemen

Nama: Gati Woro Kinasih
NPM: 13513659
Kelas: 3PA16


I. Kekuasaan

A. Definisi kekuasaan

Pengertian kekuasaan dirumuskan secara umum sebagai kemampuan seorang pelaku untuk memberikan pengaruh terhadap perilaku seseorang sehingga sesuai atau persis dengan keinginan pelaku yang memiliki kekuasaan.


Pengertian Kekuasaan Menurut Max Weber

Menurut Max Weber dalam Buku Wirtschaft und Gessellshaft pada tahun 1992 bahwa pengertian kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan dan apapun dasar kemampuan ini (Macht beduetet jede chance innerhalb einer soziale Beziehung den eigenen Willen durchzusetchen auch gegen Widerstreben durchzustzen, gleichviel worauf diese chance beruht).

Pengertian kekuasaan oleh Max Weber ini dapat kita katakan bahwa kekuasaan adalah keegoisan dalam suatu kelompok akan tetapi walaupun keegoisan tersebut memiliki pertentangan, tetap tidak mampu melawan dikarenakan adanya kekuasaan tersebut.

Pengertian Kekuasaan Menurut Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan

Selanjutnya, pengertian kekuasaan yang hampir sama diungkapkan oleh Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan yaitu:

Pengertian kekuasaan adalah suatu hubungan dimana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan (Power is a relationship in which one person or group is able) tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama (to determine the action of another in the direction of the former's own ends).

B. Sumber-sumber Kekuasaan Menurut French dan Raven


Menurut French dan Raven (Gary A Yukl, 1994) mengidentifikasi ada lima sumber-sumber kekuasaan yang dirasakan mungkin dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu :

1. Kekuasaan ganjaran
Merupakan suatu kekuasan yang diadasarkan atas pemberian harapan, pujian,penghargan atau pendapatan bagi terpenuhinya permintaan seseorang pemimpin terhadap bawahannya

2. Kekuasaan paksaan
Yaitu suatu kekuasaan yang didasarkan atas rasa takut, seorang pengikut merasabahwa kegagalan memenuhi permintaan seorang pemimpin dapat menyebabkan dijatuhkannya sesuatu bentuk hukuman.

3. Kekuasaan legal
Yaitu suatu kekuasaan yang diperoleh secara sah karena posisi seseorang dalam kelompok atau hirarki keorganisasian.

4. Kekuasaan keahlian
Yaitu kekuasasan yang didasarkan atas ketrampilan khusus, keahlian atau pengetahuan yang dimiliki oleh pemimpin dimana para pengikutnya menganggap bahwa orang itu mempunyai keahlian yang relevan dan yakin keahliannya itu melebihi keahlian mereka sendiri.

5. Kekuasaan acuan
Yaitu suatu kekuasaan yang diasarkan atas daya tarik seseorang, seorang pemimpin dikagumi oleh pra pengikutnya karena memiliki suatu ciri khas, bentuk kekuasaan ini secara populer dinamakan kharisma. Pemimpin yang memiliki daya kharisma yangtinggi dapat meningkatkan semangat dan menarik pengikutnya untuk melakukan sesuatu, pemimpin yang demikian tidak hanya diterima secara mutlak namun diikuti sepenuhnya.

II. Leadership

A. Definisi Leadership

Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002). Ada banyak pengertian yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa kesamaan.

Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.

B. Teori-teori Kepemimpinan Partisipatif

1. Teori X dan Y dari Mc Douglas

Teori X

Teori X menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Individu yang berperilaku teori X mempunyai sifat : tak suka dan berusaha menghindari kerja, tak punya ambisi, tak suka tanggung jawab, tak suka memimpin, suka jadi pengikut, memikirkan diri tak memikirkan tujuan organisasi, tak suka perubahan, sering kurang cerdas.

Contoh individu dengan teori X : pekerja bangunan.

- Keuntungan Teori X :

Karyawan bekerja untuk memaksimalkan kebutuhan pribadi.

- Kelemahan Teori X :

a. Karyawan malas,

b. Berperasaan irrasional,

c. Tidak mampu mengendalikan diri dan disiplin.

Teori Y

Teori Y memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Individu yang berperilaku teori Y mempunyai sifat : suka bekerja, commit pada pekerjaan, suka mengambil tanggung jawab, suka memimpin, biasanya orang pintar.

Contoh orang dengan teori Y : manajer yang berorientasi pada kinerja.

- Keuntungan teori Y :

a. Pekerja menunjukkan kemampuan pengaturan diri,

b. Tanggung jawab,

c. Inisiatif tinggi,

d. Pekerja akan lebih memotivasi diri dari kebutuhan pekerjaan.

- Kelemahan Teori Y :

Apresiasi diri akan terhambat berkembang karena karyawan tidak selalu menuntut kepada perusahaan

2. Teori Sistem 4 dari Kensis Linkert

Asumsi Dasar
Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan baikmaka operasional organisasi akan membaik. Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat system:
a. Sistem pertama : system yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik.
b. Sistem kedua : system yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitive terhadap kebutuhan karyawan.
c. Sistem ketiga : system konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan.
d. Sistem keempat : system partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan.

3. Model Leadership Continuum

Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan Warren H.Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pimpinan mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.

Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, dimana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan.

Perilaku demokratis, perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan.

Menurut teori kontinuun ada tujuh tingkatan hubungan pemimpin dengan bawahan:

1) Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).

2) Pemimpin menjualkan dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).

3) Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.

4) Pemimpin memberiakn keputusan tentative dan keputusan masih dapat diubah.

5) Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting).

6) Pemimpin menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan.

7) Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining).

Jadi, berdasarkan teori continuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak dari dua pandangan dasar:
a. Berorientasi kepada pemimpin.
b. Berorientasi kepada bawahan.

C. Teori Kepemimpinan dari Konsep Modern Choice Appoach to Participation yang memuat Konsep Decision Three for Leadhership dari Vroom dan Yefton

Leader-Participation Model ditulis oleh Vroom dan Yetton (1973). Model ini melihat teori kepemimpinan yang menyediakan seperangkat peraturan untuk menetapkan bentuk dan jumlah peserta pengambil keputusan dalam berbagai keadaan. Teori Yetton dan Vroom mengemukakan bahwa kepuasan dan prestasi disebabkan oleh perilaku bawahan yang pada gilirannya dipengaruhi oleh perilaku atasan, karakteristik bawahan dan faktor lingkungan. Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan.

Karena keputusan yang dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kepada para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan yang bersangkutan melaksanakan tugas-tugas pentingnya.

Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yang tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Dalam mengambil keputusan, bagaimana pemimpin memperlakukan bawahannya. Dengan kata lain seberapa jauh para bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.

Model Vroom
Authocratic Style ( AI & AII)

Consultative Style (CI & CII)

One-Group Style (GII)

Teori kepeminmpinan vroom & yetton adalah jenis teori kontingensi yang menitikberatkan pada hal pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin. Dalam hal ini ada 5 jenis cirri pengambilan keputusan dalam teori ini :

Leadership Style
Description
Autocratic (A1) Using an autocratic style of leadership, the leader will make the decision by himself or herself, using the information readily available.

Autocratic (A2)
Using a less stringent autocratic leadership style, the leader will consult the group members to gain more informations, then will make the decision himself or herself. The final decision may or may not be shared with the group.

Consultative (C1)
Using a consultative leadershi style, the leader will consult individuals to seek their opinion. The leader will make the decision himself or herself.

Consultative (C2)
Using a consultative leadership style, the leader will consult the group to seek individual opinions and suggestions. The leader will make the decision himself or herself.

Collaborative (G2)
Using a collaborative leadership style, the group will make the decision. The leader will play a supportive role to ensure that everyone agrees on the decision.


D. Teori Kepemimpinan dari Konsep Contigency Theory of Leadership dari Fiedler

Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.

Model Contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967) . Menurut model ini, maka the performance of the group is contingen upon both the motivasional system of the leader and the degree to which the leader has control and influence in a particular situation, the situational favorableness (Fiedler, 1974:73).

Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.

Untuk menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantic differential, suatu skala yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Skor yang diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh peminpin antara dia sendiri dengan “rekan kerja yang paling tidak disenangi” (Least Prefered Coworker = LPC). Skor LPC yang tinggi menunjukkan bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak disenangi dalam suasana menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC yang tinggi ini berorientasi ke hubungan (relationship oriented). Sebaliknya skor LPC yang rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka yang dianggap tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih berorientasi ke terlaksananya tugas (task oriented). Fiedler menyimpulkan bahwa:

1. Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung untuk berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan, maupun yang sangat tidak menguntungkan pemimpin.

2. Pemimpin dengan skor LPC tinggi ( pemimpin yang berorientasi ke hubungan) cenderung untuk berhasil dengan baik dalam situasi kelompok yang sederajat dengan keuntungannya.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi / lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:

a. Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power)
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan sumber kekuasaan yang berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah / dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority).

b. Struktur tugas (task structure)
Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara jelas dan orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.

c. Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member relations)
Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang pemimpin. Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha / organisasi selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya (hubungan yang baik antara pemimpin-anggota).

Berdasarkan ketiga variabel ini Fiedler menyusun delapan macam situasi kelompok yang berbeda derajat keuntungannya bagi pemimpin. Situasi dengan dengan derajat keuntungan yang tinggi misalnya adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota baik, struktur tugas tinggi, dan kekuasaan kedudukan besar. Situasi yang paling tidak menguntungkan adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota tidak baik, struktur tugas rendah dan kekuasaan kedudukan sedikit.

E. Teori Kepemimpinan dari Konsep Path Goal Theory

Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).


Bawahan sering berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam pencapaian tujuan2 bernilai mereka. Ide di atas memainkan peran penting dalam House’s path-goal theory yang menyatakan bahwa kegiatan2 pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi para bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke kinerja yg baik dan kinerja yg baik tsb selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.

Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.

Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi. Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:

Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.

Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.

Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003) :

1. Instrumental (directive) : suatu pendekatan yang berfokus pada penyediaan bimbingan tertentu, menetapkan jadwal kerja dan aturan. Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan

2. Supportive Mendukung: sebuah gaya terfokus pada membangun hubungan baik dengan bawahan dan memuaskan kebutuhan mereka. Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.

Participative Partisipatif: suatu pola di mana pemimpin berkonsultasi dengan bawahan, memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.

Achievement-oriented Prestasi berorientasi: suatu pendekatan di mana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mencari perbaikan dalam kinerja. Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.

Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).

1. Karakteristik Bawahan

Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:

1) Letak Kendali (Locus of Control)

Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.

2) Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.

3) Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.

2. Karakteristik Lingkungan
Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:

1) Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.

2) Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.

Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:

1) Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.

2) Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi

3) Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.

Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.

Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.





Sumber:
http://www.apapengertianahli.com/2015/06/pengertian-kekuasaan-menurut-para-ahli.html#

http://www.academia.edu/3771258/31010-10-362690505737

http://belajarpsikologi.com/pengertian-kepemimpinan-menurut-para-ahli/

http://nintiyas.blog.com/2009/10/23/teori-kepemimpinan-partisipatif/

http://ninda-psikologi.blogspot.co.id/2009/11/teori-kepemimpinan-teori-kepemimpinan.html

http://www.leadership-central.com/Vroom-Yetton-Jago-decision-making-model-of-leadership.html#axzz3r0H6yWWi

https://ruthcitra.files.wordpress.com/2013/01/teori-dalam-pendekatan-situasional.pdf

https://elqorni.wordpress.com/2011/06/21/teori-kepemimpinan-fiedler-%E2%80%9Ccontingency-theory%E2%80%9D/

Rabu

Psikologi Manajemen

Tugas Softskill Semester 5
Psikologi Management
Nama: Gati Woro Kinasih
NPM: 13513659
Kelas: 3PA16



A. . PSIKOLOGI MANAJEMEN

Secara etimologi, psikologi berasal dari kata Yunani "psycho" yang artinya jiwa, dan "logos" yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya. Dengan singkat disebut ilmu jiwa.
Secara terminologi Psikologi menurut kesimpulan para ahli adalah ilmu yang mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan individu. Dimana individu tersebut tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya.

Secara terminologi. pengertian manajemen adalah serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, mengeerakan, mengendalikan, dan mengembangkan segala upaya dalam mengatur dan mendaya gunakan sumber daya manusia sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
Ada beberapa jenis manajemen, yaitu :
  • Manajemen Sumber Daya Manusia. Dalam hal ini difokuskan pada unsur manusia pekerja. Pokok-pokok yang dipelajari dalam manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian , kedisiplinan, pengembangan, dan sebagainya.
  • Manajemen Permodalan. Fokus tertuju pada "bagaimana menarik modal yang cost of money nya relatif rendah dan bagaimana modal"
  • Manajemen Akuntansi Biaya. Membahas masalah material, agar efisien dan efektif. Jadi dalam hal ini bagaimana cara agar terciptanya barang yang berkualitas dengan harga yang relatif rendah.
  • Manajemen Produksi. Mengenai pengertian produksi, tata ruang perusahaan, peralatan, dan cara-cara untuk memproduksi barang/jasa agar kualitasnya baik
  • Manajemen pemasaran. Bagaimana agar orang-orang mau mengkonsumsi atau menggunakan barang/jasa yang diproduksi.


B. PSIKOLOGI ORGANISASI


Psikologi organisasi adalah bidang yang menggunakan metodologi ilmiah untuk lebih memahami perilaku individu dalam pengaturan organisasi. Pengetahuan ini diterapkan, dalam berbagai cara, untuk membantu fungsi organisasi lebih efektif. Hal ini penting karena organisasi yang efektif biasanya lebih produktif, sering memberikan jasa berkualitas tinggi dan biasanya lebih sukses secara finansial dari organisasi yang kurang efektif.
Dalam arti paling umum, psikologi organisasi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perilaku individu dan perilaku kelompok dalam aturan organisasi normal. Katz dalam Khan, dalam karya klasik mereka, The Psychology Social Organisasi (1978), menyatakan bahwa esensi dari sebuah organisasi adalah pola atau motif perilaku manusia. Ketika berperilaku berpola, maka struktur dikenakan pada individu.

KOMUNIKASI

A. DEFINISI KOMUNIKASI

Dalam kehidupan sehari-hari, komunisasi (communication) adalah hal terpenting dalam mempererat tali silaturahmi. Dengan komunikasi juga kita dapat memahami orang lain. Dapat disimpulkan komuniaksi adalah suatu interaksi yang saling mempengaruhi satu sama lain secara verbal atau non verbal.
Adapun beberapa definisi komunikasi menurut para ahli :
  • Menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih
  • Menurut Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson komunikasi adalah proses memahami dari berbagai makna
  • Menurut William I Gordon komunikasi adalah suatu interaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan perasaan.

B. DIMENSI- DIMENSI KOMUNIKASI MELIPUTI :

1. ISI
Isi adalah apa yang dibicarakan dalam komunikasi antara satu orang dengan orang yang lain atau bahkan lebih.
2. KEBISINGAN
Kebisingan adalah tinggi rendahnya suara yang terdengar dalam melakukan komunikasi atau juga bisa dikatakan hal hal yang menggangu pengiriman
3. Jaringan
Jaringan adalah sejauh mana seseorang meluaskan jangkauan informasinya dalam melakukan komunikasi. Diantaranya ada komunikasi yang bergantung pada (jaringan satelit )
4. Arah
Dalam komunikasi terdiri dari 2 arah yaitu :
1. Komunikasi 1 arah adalah hanya satu orang berbicara menyampaikan informasi untuk satu orang atau lebih contohnya promosi produk tertentu atau guru dikelas.
2. Komunikasi 2 arah adalah adanya interaksi antara satu orang menyampaikan informasi satu orang atau lebih juga ikut berbicara sehingga terciptanya interaksi untuk menyampaikan beberapa informasi.


MEMPENGARUHI PERILAKU

A. DEFINISI PENGARUH

Surakhmad (1982:7) menyatakan bahwa pengaruh adalah kekuatan yang muncul dari suatu benda atau orang dan juga gejala dalam yang dapat memberikan perubahan terhadap apa-apa yang ada di sekelilingnya. Jadi, dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan suatu daya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu, baik itu orang maupun benda serta segala sesuatu yang ada di alam sehingga mempengaruhi apa-apa yang ada di sekitarnya.


o PERUBAHAN PERILAKU INDIVIDUAL

Bentuk-bentuk Perubahan Perilaku Individu.

1. Perubahan Alamiah ( Natural Change )
Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Contoh : perubahan perilaku yang disebabkan karena usia seseorang.

2. Perubahan terencana ( Planned Change )Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.contoh : perubahan perilaku seseorang karena tujuan tertentu atau ingin mendapatkan sesuatu yang bernilai baginya.

3. Kesediaan untuk berubah ( Readdiness to Change )Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam organisasi, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut, dan ada sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut.
Contoh : perubahan teknologi pada suatu lembaga organisasi, misal dari mesin ketik manual ke mesin komputer, biasanya orang yang usianya tua sulit untuk menerima perubahan pemakaian teknologi tersebut.


o MEMPENGARUHI SIKAP DAN PERILAKU

1. Pengertian Sikap
Sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya.
Menurut Sarnoff (dalam Sarwono, 2000) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk bereaksi (disposition to react) secara positif (favorably) atau secara negatif (unfavorably) terhadap obyek – obyek tertentu. D.Krech dan R.S Crutchfield (dalam Sears, 1999) berpendapat bahwa sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual, dan kognitif mengenai aspek dunia individu.
Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 2003) memberikan definisi sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Lebih lanjut

Soetarno (1994) memberikan definisi sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian sikap, tetapi berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.

2. Pengertian PerilakuPerilaku adalah keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir, bersikap, dan lain sebagainya yang merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun non fisik.

Robert Y. Kwick (1972) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dipelajari.
Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi SikapProses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:
Pengalaman Pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.
Kebudayaan

B.F. Skinner (dalam, Azwar 2005) menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain.
Orang lain yang dianggap penting.

Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.Media massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempresepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

Peran Wewenang Dalam Psikologi Manajemen

Wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu. Secara klasik, wewenang dimiliki oleh atasan dan bawahan berkewajiban mematuhinya. Kondisi ini dapat menimbulkan kekuasaan yang sewenang-wenang. Pandangan pengakuan berdasarkan adanya pengakuan dari seseorang yang dipengaruhi terhadap orang lain yang mempengaruhi mereka. Dengan demikian, dalam lingkup sempit, wewenang yang sah belum tentu memperoleh pengakuan orang lain.

Peranan kekuasaan (power) di dalam proses mempengaruhi. Memusatkan pada suatu bentuk kekuasaan, yaitu wewenang (authority). Pengertian wewenang terutama adalah mengenai pangkat, peranan dan posisi yang resmi sebagai alat untuk mengendalikan dan mempengaruhi perilaku atau pribadi-pribadi lain. Wewenang adalah suatu alat untuk membatasi perilaku (sekalipun jika pembatasan itu menimbulkan frustasi), untuk menciptakan keserbasamaan dengan jalan meratakan perbedaan individual. Wewenang adalah suatu alat yang penting dan efisien sebab wewenang mempunyai keuntungan seperti senapan pemburu. Wewenang sebagai suatu senjata yang membatasi, yang terbuka dan langsung.

Penggunaan wewenang secara bijaksana merupakan fakto ewenang dan kekuasaan sebagai metoda formal, dimana manajer menggunakannya untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi. Wewenang formal tersebut harus di dukung juga dengan dasar-dasar kekuasaan dan pengaruh informal. Manajer perlu menggunakan lebih dari wewenang resminya untuk mendapatkan kerjasama dengan bawahan mereka, selain juga tergantung pada kemampuan ilmu pengetahuan, pengalaman dan kepemimpinan mereka. Weber menyebut wewenang sebagai wewenang yang legal dan sah. Weber juga membagi wewenang menjadi wewenang kharismatik, rasional, dan tradisional.

Menurut Edward E. Sampson, terdapat perspektf yang berpusat pada personal dan perspektif yang berpusat pada situasi. Perspektif yang berpusat pada personal mempertanyakan faktor-faktor internal apakah, baik berupa instik, motif, kepribadian, sistem kognitif yang menjelaskan perilaku manusia.

Faktor Biologis

Telah diakui secara meluas adanya perilaku tertentu yang merupakan bawaan manusia, dan bukan perngaruh lingkungan atau situasi. Diakui pula adanya faktor-faktor biologis yang mendorong perilaku manusia, yang lazim disebut sebagai motif biologis. Yang paling penting dari motif biologis adalah kebutuhan makan-minum dan istirahat, kebutuhan seksual, dan kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya.

Unsur yang ada di dalam wewenang :

a. Wewenang ditanamkan pada posisi seseorang. Seseorang mempunyaiwewenang karena posisi yang diduduki, bukan karena karakteristik pribadinya;

b. Wewenang tersebut diterima oleh bawahan. Individu pada posisi wewenang yang sah melaksanakan wewenang dan dipatuhi bawahan karena dia memiliki hak yang sah; serta

c. Wewenang digunakan secara vertikal. Wewenang mengalir dari atas ke bawah mengikuti hierarkii organisasi.

Ada 4 Macam model mempengaruhi seseorang:
1. Dengan menggunakan Wewenang.
2. Dengan menggunakan Tekanan dan paksaan.
3. Dengan Melakukan Manipulasi.
4. Dengan melakukan Kerja sama.




Sumber:
  •  Buku Psikologi Manajemen, penerbit Erlangga

Minggu

Pekerjaan & Waktu Luang dan Self-Directed Changes

Judul Materi: Pekerjaan & Waktu Luang dan Self-Directed Changes
Tugas Ke: 4
Nama: Gati Woro Kinasih
Kelas: 2PA16
NPM: 13513659


Pekerjaan & Waktu Luang dan Self-Directed Changes

1. Pekerjaan dan Waktu Luang

a. Penyesuaian Diri dalam Pekerjaan

Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individu. Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidak-mampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya. Tidak jarang pula ditemui bahwa orang-orang mengalami stres dan depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesaian diri dengan kondisi yang penuh tekanan.

Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi yang di utarakan oleh Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusinya. Ia mengatakan: "Genetic changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and, in animals, raise offspring, this process is called adaptation".(Microsoft Encarta Encyclopedia 2002).

Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua mahluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup. Dalam istilah psikologi, penyesuaian (adaptation dalam istilah Biologi) disebut dengan istilah adjusment.

Adjustment itu sendiri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan (Davidoff, 1991). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya.

A. Konsep Dasar

Pada dasarnya, penyesuaian diri memiliki dua aspek, yaitu penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial.

1) Penyesuaian Pribadi

Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapainya hubungan yang harmonis antara siapa dirinya dengan lingkungan kerjanya. Ia sadar sepenuhnya siapa dirinya, apa kelebihan dan kekurangannya dan bertindak objektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut.

Keberhasilan diri pribadi dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, kecewa atau tak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa tidak puas, rasa cemas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.

2) Penyesuaian Sosial

Setiap individu hidup dalam masyarakat, dimana terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain. Dari proses tersebut timbul pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyesuaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari.

Dalam dunia kerja ada 2 hal yang tidak bisa dipisahkan yaitu karyawan dan perusahaan. Seseorang yang dapat menyesuaikan dirinya dengan pekerjaannya yaitu apabila terdapat adanya kepuasan kerja. Untuk itu merupakan keharusan bagi perusahaan untuk mengenali faktor-faktor apa saja yang dapat membuat karyawan puas bekerja diperusahaan.

Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan organisasi termasuk kesempatan berkembang, lingkungan kerja dan perilaku atasan. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan menurut Kreitner dan Kinichi, yaitu:

a) Pemenuhan Kebutuhan (need fulfillment)
Kepuasan ditentukan oleh tingkat karakteristik pekerjakaan memberikan kesempatan pada individu intuk memenuhi kebutuhannya

b) Perbedaan (discrepancies)
Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh individu dari pekerjaannya. Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas bila menerima manfaat diatas harapan.

c) Pencapaian nilai (volue attainment)
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.

d) Keadilan (equity)
Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja.

e) Komponan genetik (genetic components)
Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini menyiratkan perbedaan sifat individu kerja disamping karakteristik lingkungan pekerjaan.

Selain itu ada juga faktor penentu kepuasan kerja yaitu:

· Gaji/upah
Menurut Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja dan bagaimana gaji diberikan. Selain dari pencapaian (achievement), keberhasilan dan pengakuan/penghargaan.

· Kondisi kerja yang menunjang
Bekerja dalam ruangan atau tempat kerja yang tidak menyenangkan (uncomfortable) akan menurunkan semangat untuk bekerja. Oleh karena itu, perusahaan harus membuat kondisi kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga kebutuhan-kebutuhan fisik terpenuhi dan menimbulkan kepuasan kerja.

· Hubungan kerja

Ø   Hubungan dengan rekan kerja
Ada tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaannya memperoleh masukan dari tenaga kerja lain (dalam bentuk tertentu). Keluarannya (barang yag setengah jadi) menjadi masukkan untuk tenaga kerja lainya, misalnya pekerja konveksi. Hubugan antara pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak yang berbentuk fungsional.

Kepuasan kerja yang ada timbul karena mereka dalam jumlah tertentu berada dalam satu ruangan kerja yang tidak berkomunikasi bersifat kepuasan kerja yang tidak menyebabkan peningkatan motivasi kerja dalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja sebagai satu tim.

Kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi mereka seperti harga diri, aktualisasi diri dapat dipenuhi dan mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka.

Ø   Hubungan dengan atasan
Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggangrasa (consideration). Hubungan fungsional mencerminkan sejumlah atasa membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikkan antara pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa, misalnya keduanya mempuyai pandangan hidup yang sama.

Tingkat kepuasan kerja paling besar dengan atasan adalah jika kedua jenis hubungan adalah positif. Atasan yang memiliki ciri pemimpin yang transformasional, maka tenaga kerja akan meningkat motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan pekerjaannya.

· Karakter Teori
Teori ini merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku seorang individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Manusia dituntut menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan da lingkungan alam sekitarnya.

· Kelebihan dan Kekurangan
1. Kelebihanya ialah dengan penyesuaian kerja dapat menigkatka hubungan yang harmonis antara rekan kerja dengan atasan.

2. Kekurangannya ialah dengan tidak adanya kesesuaian anatara pekerjaan dengn sifat/potensi kemammpuan yang dimiliki maka bepengaruh terhadap kepuasan kerja.

b. Waktu Luang

Waktu adalah satu-satunya modal yang dimiliki oleh manusia, dan ia tidak boleh sampai kehilangan waktu. – Thomas A. Edison

Meluangkan waktu itu ternyata penting dan banyak cara/kegiatan positif yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu luang. Misalnya olahraga, jalan-jalan, melakukan hobby, atau ngeblog. Selain itu, mengisi waktu luang setelah kesibukan yang mendera ibarat bayaran dari pekerjaan itu sendiri. Kita tidak pernah menduga kalau kegiatan yang dilakukan di saat waktu luang bisa juga menghasilkan atau mendapat penghargaan. Siapa yang tahu kalau suatu saat nanti, kegiatan yang dilakukan di waktu luang, bisa menjadi penghasilan terbesar. 
Dan bagaimana kita bisa punya waktu luang di sela-sela kesibukan dengan mengaturnya sebaik mungkin? Berikut ini tips dan triknya:

1.Jangan pernah terjebak dgn waktu. Bukan waktu yg mengatur kita, tapi kitalah yang mengatur waktu:)

2.Coba sesuatu yang baru yang tidak menyita waktu kerja. Misalnya dengan menulis di smartphone yang kita miliki

3. Tentukan prioritas. Dengan prioritas bisa diketahui mana yang mendesak, mana yang kurang. Tanpa prioritas, waktu terbuang percuma.

4.Buat yang super sibuk, buatlah agenda yang harus ditaati. Masukkan waktu bekerja, waktu untuk keluarga, dan waktu untuk diri sendiri.

5.Pastikan dalam agenda, 50 persen waktu yang dilakukan adalah untuk kegiatan positif atau produktif.

6.Jangan melakukan pekerjaan/hal yang lain sebelum menuntaskan pekerjaan yang lebih dulu dilakukan. Yang ada keduanya berantakan!

7.Jika tidak berhubungan dgn pekerjaan, jauhkan diri dari sosial media, hingga pekerjaan tuntas diselesaikan :)

Menggunakan waktu dengan bijak, maka tidak ada istilah tidak punya waktu luang! Tidak ada waktu yang terbuang percuma.

Kuncinya terletak bukan pada bagaimana Anda menghabiskan waktu, namun dalam menginvestasikan waktu Anda. Melakukan dua hal bersamaan sama artinya dengan tidak melakukan sesuatu. - Stephen R. Covey

Jika merasa jenuh dengan waktu yang telah dihabiskan, ubah kebiasaan itu. Manfaatkanlah waktu luang.



2. Self-Directed Changes

A. Konsep dan Penerapan Self-Directed Changes

Mahasiswa mengetahui dan termotivasi untuk melakukan perubahan pribadi dengan melalui tahapan:


1. Meningkatkan kontrol diri

Mendasarkan diri pada kesadaran bahwa pada setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan kondisi yang dimiliki setiap manusia. Itu dapat terjadi sebagai akibat perubahan dalam struktur kognitif yang dihasilkan oleh perubahan struktur kognitif itu sendiri atau perubahan kebutuhan juga adanya motivasi internal serta belajar yang efektif.

2. Menetapkan tujuan

Dimaksudkan untuk menjaga individu agar tetap tertuju pada proses pembelajaran, dalam arti dapat mengetahui dan mampu secara mandiri menetapkan mengenai apa yang ingin dipelajari dalam mencapai kesehatan mental, serta tahu akan kemana tujuan hidupnya, cakap dalam mengambil keputusan dan mampu berpartisipasi di masyarakat dan akan mampu mengarahkan dirinya.

3. Pencatatan perilaku

Menguatkan perilaku ulang kalau individu merasa bisa mengambil manfaat dari perilaku yang pernah dilakukan sebelumnya, kemungkinan lain yang bisa menjadikan seseorang mengulang perilaku sebelumnya karena merasa senang dengan apa yang pernah dilakukan.

4. Menyaring anteseden perilaku

Bisa membagi perilaku sasaran ke dalam perubahan, serta membantu individu agar lebih siap dalam mempelajari perilaku tersebut. Pemahaman akan anteseden perilaku membantu individu agar dapat dengan tepat memilih nilai-nilai dan merencanakan strategi.

5. Menyusun konsekuensi yang efektif

Pemahaman dalam arti sehat mental dapat menentukan perubahan pada individu dalam melakukan mobilitas untuk melakukan segala sesuatu aktifitas –aktifitas yang dilakukan oleh manusia, dalam menanggapi stimulus lingkungan, yang meliputi aktivitas motoris, emosional,dan kognitif dalam mencapai kematangan mental.

6. Menerapkan perencana intervensi

Membawa perubahan, tentunya pada perubahan yang lebih baik. Dalam arti pemahaman nilai-nilai, karakter / watak, dan cara cara berperilaku secara individual. Dalam arti kita harus lebih memahami cara berperilaku pada kegiatan proses pembentukan watak dan pembelajaran secara terencana.

7. Evaluasi

Faktor yang penting untuk mencapai kematangan pribadi, sedangkan salah satu faktor penting untuk mengetahui keefektivan adalah evaluasi baik terhadap proses maupun hasil pembelajaran.




Sumber:
  1. http://makalahkitasemua.blogspot.com/2009/11/teori-penyesuaian-kerja.html
  2. http://www.e-psikologi.com/artikel/individual/penyesuaian-diri-remaja
  3. http://repastrepost.blogspot.com/2013/06/pekerjaan-dan-waktu-luang.html
  4. http://pestawaniagnes.blogspot.com/2013/06/pekerjaan-waktu-luang-dan-self-directed.html

Kamis

Hubungan Interpersonal

Judul: Hubungan Interpersonal, Cinta dan Perkawinan
Tugas Ke: 3
Nama: Gati Woro Kinasih
NPM: 13513659
Kelas: 2PA16


HUBUNGAN INTERPERSONAL


Menurut Pearson (1983) manusia adalah makhluk sosial. Artinya kita tidak mungkin menjalin hubungan dengan diri sendiri, kita selalu menjalin hubungan dengan orang lain.Mencoba untuk mengenali dan memahami kebutuhan satu sama lain, membentuk interaksi, serta berusaha mempertahankan interaksi tersebut. Hubungan interpersonal (antar pribadi) adalah hubungan yang terdiri atas dua orang atau lebih, yang memiliki ketergantungan satu sama lain dan menggunakan pola interaksiyang konsisten. Ketika akan menjalin hubungan interpersonal, akan terdapat suatu proses dan biasanya dimulai dengan interpersonal attraction.

A. Teori Hubungan Interpersonal

Untuk menganalisis hubungan interpersonal, menurut Goleman dan Hammen dalam Jalaluddin Rakhmat (2011) terdapat empat buah model, yaitu:

1. Model Pertukaran Sosial (Social Exchange Model)

Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang.Pada model ini, orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley dalam Jalaluddin Rakhmat (2011)menyimpulkan model ini sebagai asumsi dasar bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. Terdapat empat konsep pokok dalam model ini, yaitu:

1) Ganjaran

Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran dapat berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai. Nilai suatu ganjaran berbeda antara seseorang dengan orang lain, dan antara waktu yang satu dengan waktu yang lain.

Contoh: Bagi orang miskin, uang lebih berharga dari pada ilmu pengetahuan. Sedangkan bagi orang kaya, mungkin penerimaan sosial lebih berharga dari pada uang.

2) Biaya

Biaya adalah akibat yang dinilai negatif, yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri. Biaya juga berubah-ubah sesuai waktu dan orang yang terlibat.

Contoh: Bila seorang anak yang miskin berteman dengan sekelompok anakyang kaya. Dalam bergaul, anak miskin ini sering diejek oleh anak-anak kayatersebut. Anak miskin tersebut mendapat biaya berupa keruntuhan harga diri karenasering diejek oleh teman-temannya.

3) Hasil atau Laba

Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi dengan biaya. Bila seorang individu merasa dalam sebuah hubungan tidak memperoleh hasil atau laba sama sekali maka individu tersebut akan mencari hubungan yang lain.

Contoh: Apabila kita memiliki sahabat yang egois. Kita tetap akan membantunya, sekadar agar persahabatan dengan orang tersebut tidak putus. Bila bantuan (biaya) disini ternyata lebih besar dari pada nilai persahabatan (ganjaran) yang diterima, maka kita rugi atau tidak mendapat laba.

4)Tingkat Perbandingan

Tingkat perbandingan menunjukkan ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Ukuran baku ini dapat berupa pengalaman masa lalu atau alternatif hubungan lain.

Contoh: Bila seorang gadis pernah berpacaran dengan seorang pria yang berjalan sangat bahagia, tetapi akhirnya putus. Saat berpacaran dengan pria lain,maka gadis tersebut akan mengukur ganjaran hubungan tersebut berdasarkan pengalamannya yang dulu.

2. Model Peranan (Role Model )

Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memainkan peranannya sesuai dengan “naskah” yang telah dibuat oleh masyarakat. Terdapat empat konsep pokok yang harus diperhatikan dalam model ini untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik, yaitu:

1) Ekspektasi Peranan (Role Expectation)

Ekspektasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas, dan hal yang berkaitan dengan posisi tertentu dalam kelompok.

Contoh: Guru diharapkan berperan sebagai pendidik yang bermoral danmenjadi teladan yang baik bagi anak didiknya.

2) Tuntutan Peranan (Role Demands)

Tuntutan peranan adalah desakan sosial yang memaksa individu untuk memenuhi peranan yang telah dibebankan kepadanya. Desakan sosial dapat berwujud sanksi sosial dan dikenakan bila individu menyimpang dari perannya.

Contoh: Guru yang melakukan kekerasan pada anak didiknya akan mendapat sanksi dari pemerintah, yang dapat berupa diberhentikan dari tugasnya untuk mengajar.

3) Keterampilan Peranan (Role Skills)

Keterampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu, kadang dsebut juga kompetensi sosial. Sering dibedakan antara keterampilan kognitif dengan keterampilan tindakan. Keterampilan kognitif menunjuk pada kemampuan individu untuk mempersepsi apa yang diharapkan orang lain daridirinya. Sedangkan keterampilan tindakan menunjuk pada kemampuan melaksanakan peranan sesuai dengan harapan.

Contoh: Guru memang diharapkan dapat berperan sebagai pendidik yang bermoral dan menjadi teladan bagi anak didiknya. Untuk itu seorang guru harus berusaha memberikan ilmunya semaksimal mungkin dan menjaga perilakunya agar dapat mewujudkan harapan tersebut.

4) Konflik Peranan

Konflik peranan terjadi bila individu tidak sanggup mempertemukan berbagai tuntutan peranan yang kontradiktif.

Contoh: Seorang ayah yang juga berperan sebagai kepala sekolah, harus memberi hukuman pada anaknya yang berbuat kesalahan di sekolah.

3. Model Permainan

Model ini berasal dari psikiater Erie Berne (19964, 1972). Analisisnya kemudian dikenal sebagai analisis transaksional. Dalam model ini, orang-orang berhubungan dalam bermacam-macam permainan. Mendasari permainan ini adalah tiga bagian kepribadian manusia yaitu:

a. Orang tua (parent), adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang kita terima dari orang tua kita atau orang yang kita anggap orang tua kita.

b. Orang dewasa (adult), adalah bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional.

c. Anak (child), adalah unsur kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak dan mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas, dan kesenangan.

Contoh: Suatu hari terdapat seorang suami yang sakit dan meminta perhatian dari istrinya (kepribadian anak). Istri tersebut merawat sang suami seperti seorang ibu (kepribadian orang tua). Namun, bila sang istri tidak menghiraukan dan menyuruh sang suami untuk pergi ke dokter maka inilah kepribadian orang dewasa (kepribadian anak dibalas dengan orang dewasa).



4. Model interaksional (Interactional Model)

Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistemmemiliki sifat struktural, integratif, dan medan. Semua sistem, terdiri atas subsistem-subsistem yang saling bergantung dan bertindak bersama sabagai satu kesatuan. Setiaphubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi,ekspektasi dan pelaksanaan peranan, serta permainan yang dilakukan.

B. Pembentukan Kesan dan Ketertarikan Interpersonal dalam Memulai Hubungan

1. Pembentukan Kesan

Menurut sears dkk (1992) individu cenderung membentuk kesan panjang lebar atas orang lain berdasarkan informasi yang terbatas.

Evaluasi : Kesan pertama. Menurut sears dkk (1992) aspek pertama yang paling penting dan kuat adalah evaluasi. Secara formal dimensi evaluatif merupakan dimensi terpenting diantara sejumlah dimensi dasar yang mengorganisasikan kesan gabungan tentang orang lain.

Kesan Menyeluruh. Untuk menjelaskan bagaimana orang mengevaluasi terhadap orang orang lain, dapat dilakukan dari “kesan yang diterima secara keseluruhan”. Sears dkk. (1992) membagi kesan menyeluruh menjadi dua, yaitu model penyamarataan dan model menambahkan. Konsistensi.

Individu cenderung membentuk karakteristik yang konsisten secara evaluatif terhadap individu lainnya, meski hanya memiliki sedikit informasi. Kita cenderung memandang orang lain secara konsisten dari kedalamannya.

Prasangka positif menurut Sears (dalam Sears dkk., 1992) adalah kecenderungan menilai orang lain secara positif sehingga mengalahkan evaluasi negatif.


2. Ketertarikan Interpersonal

Prinsip Dasar Daya Tarik Interpersonal

Penguatan
Kita menyukai orang lain dengan cara member ganjaran sebagai penguatan dari tindakan atau sikap kita. Salah satu tipe ganjaran yang penting adalah persetujuan sosial, dan banyak penelitian memperlihatkan bahwa kita cenderung menyukai orang lain yang cenderung menilai kita secara positif (Sears, 1992).


Pertukaran Sosial
Pandangan ini menyatakan bahwa rasa suka kita kepada orang lain didasarkan pada penilaian kita terhadap kerugian dan keuntungan yang diberikan seseorang kepada kita. Teori ini menekankan bahwa kita membuat penilaian komparatif, menilai keuntungan yang kita peroleh dari seseorang dibandingkan dengan keuntungan yang kita peroleh dari orang lain (Sears dkk., 1992).

Asosiasi
Kita menjadi suka kepada orang yang diasosiasikan (dihubungkan) dengan pengalaman yang baik/bagus dan tidak suka kepada orang yang diasosiasikan dengan pengalaman buruk/jelek (Clore & Byrne dalam Sears dkk., 1992)

Faktor-faktor yang Mempengaruhinya


Karakter Pribadi
Daya tarik seseorang bagi orang lain, pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua hal : yang bersifat fisik (wajah, rambut, tubuh) dan yang bersifat non fisik (kepribadian, intelegensi, minat dan hobby), para ahli mengidentifikasikan beberapa karakter umum yang mempengaruhi rasa suka seseorang kepada orang lain yaitu ketulusan, kehangatan personal, kompetensi, dan daya tarik fisik.

Kesamaan
Kita cenderung menyukai orang yang sama dengan kita dalam sikap, nilai, minat, hoby, latar belakang, dan kepribadian. Menurut Sears dkk., (1992) dalam hal berpacaran dan pernikahan, kecenderungan untuk memilih pasangan yang mempunyai kesamaan disebut sebagai “prinsip kesesuaian” (match principle).

Keakraban
Menurut Atkinson dkk. (1993) salah satu alasan bahwa kedekatan dapat menimbulkan rasa senang pada seseorang adalah bahwa kedekatan dapat mningkatkan keakraban. Fenomena ini oleh Sears dkk. (1992) dapat dijelaskan dengan apa yang disebut sebagai efek eksposur belaka. Efek ini merupakan suatu fenomena dimana keseringan berhadapan dengan seseorang dapat meningkatkan rasa suka kita terhadap orang lain.

Kedekatan
Menurut Atkinson dkk. (1993) salah satu prediktor terbaik mengenai apakah dua orang dapat berteman atau tidak adalah seberapa jauh jarak tempat tinggal mereka. Terdapat tiga faktor yang menghubungkan antara kedekatan daya tarik interpersonal, yaitu pertama, kedekatan biasanya meningkatkan keakraban. Kedua, kedekatan sering berkaitan dengan kesamaan. Kita seringkali memilih untuk tinggal dan bekerja dengan orang lain yang kita kenal, dan selanjutnya kedekatan geografi kita akan meningkatkan kesamaan kita. Faktor ketiga adalah bahwa orang yang dekat secara fisik lebih mudah didapat dari pada orang yang jauh (Sears dkk. 1992).

C. Hubungan Peran

Model Peran

Terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:

Secara implicit bermain peran mendukung sustau situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi ‘’di sini pada saat ini’’. Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan nyata. Tewrhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain.

Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan psikodrama. Bermain peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran keduanya memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran.

Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini berusaha mengurangi peran guru yang teralu mendominasi pembelajaran dalam pendekatan tradisional. Model bermain peran mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang dihadapi.


Konflik

Konflik adalah adanya pertentangan yang timbul di dalam seseorang (masalah intern) maupun dengan orang lain (masalah ekstern) yang ada di sekitarnya. Konflik dapat berupad perselisihan (disagreement), adanya keteganyan (the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antar kedua belah pihak, sampai kepada mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai pengahalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing.

Substantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok,pengalokasian sumber dalam suatu organisasi, distrubusi kebijaksanaan serta prosedur serta pembagaian jabatan pekerjaan. Emotional conflicts terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertantangan antar pribadi (personality clashes).


Dalam sebuah organisasi, pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling berkait dengan pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan dengan komunikasi yang tidak efektif yang menjadi kambing hitam.

Adequancy Peran & Autentisitas dalam Hubungan Peran

Kecukupan perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi ( ketentuan ) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut.


D. Intimacy dan Hubungan Pribadi

Intimasi dapat dilakukan terhadap teman atau kekasih. Intimasi (elemen emosional : keakraban, keinginan untuk mendekat, memahami kehangatan, menghargai, kepercayaan). Intimasi mengandung pengertian sebagai elemen afeksi yang mendorong individu untuk selalu melakukan kedekatan emosional dengan orang yang dicintainya. Dorongan ini menyebabkan individu bergaul lebih akrab, hangat, menghargai, menghormati, dan mempercayai pasangan yang dicintai, dibandingkan dengan orang yang tidak dicintai. Mengapa seseorang merasa intim dengan orang yang dicintai? Hal ini karena masing-masing individu merasa saling membutuhkan dan melengkapi antara satu dan yang lain dalam segala hal. Masing-masing merasa tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dan kehadiran pasangan hidup sisinya.

E. Intimacy dan Pertumbuhan

Apapun alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti proses menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.

Keinginan setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena (1) kita tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh; (2) kita tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan; (3) kita tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia; (4) kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup; (5) kita memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus . Dalam hal inilah keutamaan cinta dibutuhkan.


CINTA DAN PERKAWINAN


A. Memilih Pasangan

Menikah mengandung tanggung jawab yang besar. Oleh karena itu, memilih pasangan hidup juga merupakan hal yang harus benar-benar diperhatikan. Rasulullah SAW telah memberikan teladan dan petunjuk tentang cara memilih pasangan hidup yang tepat dan islami. Insya Allah tips-tips berikut ini akan dapat bermanfaat.


1. Beberapa Kriteria Memilih Calon Istri

a. Beragama islam (muslimah). Ini adalah syarat yang utama dan pertama.

b. Memiliki akhlak yang baik. Wanita yang berakhlak baik insya Allah akan mampu menjadi ibu dan istri yang baik.

c. Memiliki dasar pendidikan Islam yang baik. Wanita yang memiliki dasar pendidikan Islam yang baik akan selalu berusaha untuk menjadi wanita sholihah yang akan selalu dijaga oleh Allah SWT. Wanita sholihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia.

d. Memiliki sifat penyayang. Wanita yang penuh rasa cinta akan memiliki banyak sifat kebaikan.

e. Sehat secara fisik. Wanita yang sehat akan mampu memikul beban rumah tangga dan menjalankan kewajiban sebagai istri dan ibu yang baik.

f. Dianjurkan memiliki kemampuan melahirkan anak. Anak adalah generasi penerus yang penting bagi masa depan umat. Oleh karena itulah, Rasulullah SAW menganjurkan agar memilih wanita yang mampu melahirkan banyak anak.

g. Sebaiknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah menikah. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara keluarga yang baru terbentuk dari permasalahan lain.


2. Beberapa Kriteria Memilih Calon Suami

a. Beragama Islam (muslim). Suami adalah pembimbing istri dan keluarga untuk dapat selamat di dunia dan akhirat, sehingga syarat ini mutlak diharuskan.

b. Memiliki akhlak yang baik. Laki-laki yang berakhlak baik akan mampu membimbing keluarganya ke jalan yang diridhoi Allah SWT.

c. Sholih dan taat beribadah. Seorang suami adalah teladan dalam keluarga, sehingga tindak tanduknya akan ‘menular’ pada istri dan anak-anaknya.

d. Memiliki ilmu agama Islam yang baik. Seorang suami yang memiliki ilmu Islam yang baik akan menyadari tanggung jawabnya pada keluarga, mengetahui cara memperlakukan istri, mendidik anak, menegakkan kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga secara halal dan baik.


B. Hubungan Pernikahan

1. Romantic Love

Saat ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan. Anda dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis dan penuh cinta.

2. Dissapointment or Distress

Di tahap ini pasangan suami istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi terhadap hubungan dengan pasangannya. Banyak pasangan di tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya.

3. Knowledge and Awareness

Pasangan suami istri yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya. Pasangan ini juga sibuk menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi. Pasangan yang sampai di tahap ini biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.

4. Transformation

Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.

5. Real Love

“Anda berdua akan kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn. Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.

Mitos dalam Perkawinan

Mempercayai mitos salah bisa merusak hubungan. Kenali hal-hal yang bisa memicu masalah dan pahami untuk diambil manfaatnya.Menurut dr Susan Heitler, pengarang buku pernikahan, terapis keluarga, psikolog, dan pendiri lembaga konseling Power of Two Marriage mengatakan, setidaknya ada 6 mitos yang sering dipercaya orang mengenai pernikahan dan bisa menyebabkan masalah di kemudian hari.Untuk memastikan hubungan Anda berjalan baik dan bahagia, kenali dan pahamilah mitos-mitos yang bisa merusak hubungan di bawah ini:

Pernikahan adalah Tentang Kompromi

Kompromi, menurut Heitler bisa menjadi kondisi yang menyebabkan kedua pihak dalam posisi kalah. Contoh, bila Anda ingin tinggal di Jakarta, pasangan ingin tinggal di Bandung, kedua pihak akan sangat tidak bahagia bila harus hidup di Yogyakarta.

Heitler menyarankan untuk pasangan berusaha mencari jalan tengah yang memberikan kemenangan bagi kedua pihak. Latihlah diri dan pasangan untuk selalu mencari hal yang membuat kedua pihak bahagia.

"Bila kamu cinta saya, kamu akan bilang saya benar"

Di dalam pasangan, umum terjadi salah satu pihak merasa paling benar dan pasangannya salah. Heitler menyarankan untuk setiap pasangan saling menghormati.

Selalu dasarkan pikiran bahwa si dia adalah orang yang cerdas, karena itu Anda memilih dia sebagai pasangan. Simak pendapat si dia, cermati omongannya, tuangkan isi pikiran Anda juga di dalam perbincangan. Satukan kedua perspektif, dan Anda berdua bisa mendapatkan kebijaksanaan.

Jangan Tidur Masih Menyimpan Marah

Bila masalahnya memang bisa diatasi sebelum tidur, selesaikanlah. Bila masalahnya terlalu pelik dan sulit diatasi, cobalah tidur dulu. Besok pagi masalahnya masih akan ada, namun Anda berdua akan lebih mudah bicara dengan tenang untuk mencari solusi terbaik.

Hubungan yang berlangsung bertahun-tahun akan menjadi membosankan

Hubungan yang sudah berlangsung bertahun-tahun masih bisa terjalin menyenangkan bila keduanya terus berusaha menginfuskan hal-hal menarik dan seru di dalamnya, baik berdua maupun per orangan.Bila Anda berdua terus mencari hal-hal menyenangkan dan menarik untuk diembuskan ke dalam hubungan, Anda berdua pun akan terus melihat satu sama lain menyenangkan.


Cinta hilang karena terlalu sering bertemu 

Dalam mencintai seseorang sepanjang masa, masing-masing akan selalu mencari cara baru untuk menikmati waktu bersama, baik secara seksual maupun untuk saling ada bagi satu sama lain.Memang, alaminya, keterbiasaan dan usia bisa mengurangi minat untuk berhubungan seksual. Namun, pernikahan yang baik akan mengajarkan bagaimana membuat percik cinta itu tetap menyala agar gairah seksual terus hidup. Itulah mengapa banyak orang mengatakan, untuk menjaga hubungan terus berjalan dan langgeng, butuh usaha dari kedua pihak.

Bila memang sudah jodoh, hubungan akan berjalan alami dan tanpa masalah

Berhubungan pun butuh keterampilan. Hubungan yang harmonis dan langgeng telah belajar untuk berkomunikasi secara kooperatif, membuat keputusan bersama secara kolaboratif, menyelesaikan kemarahan dengan cara yang mendidik keduanya belajar dari kesalahan, saling menanamkan kepositivitasan, dan berinteraksi dengan niat baik yang konsisten, dan erupsi amarah yang jarang terjadi.

Analisisnya : Dalam memasuki dunia pernikahan banyak mitos-mitos yang kurang mengenakan bagi seseorang yang baru beradaptasi dengan status suami/istri yang disandang oleh pasangan.untuk memastikan hubungan Anda berjalan baik dan bahagia, kenali dan pahamilah mitos-mitos yang bisa merusak hubungan.misalnya Pernikahan adalah tentang kompromi, Bila kamu cinta saya, kamu akan bilang saya benar, Jangan tidur masih menyimpan marah, Jangan tidur masih menyimpan marah, Hubungan yang berlangsung bertahun-tahun akan menjadi membosankan, Cinta hilang karena terlalu sering bertemu, Bila memang sudah jodoh, hubungan akan berjalan alami dan tanpa masalah.

C. Penyesuaian dan Pertumbuhan dalam Perkawinan

Perkawinan tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian. Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.

D. Perceraian dan Pernikahan Kembali

Pernikahan bukanlah akhir kisah indah, namun dalam perjalanannya, pernikahan justru banyak menemui masalah. Banyak dari orang-orang yang menikah pada akhirnya harus bercerai. Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa memintapemerintah untuk dipisahkan.

Faktor penyebab perceraian antara lain adalah sebagai berikut :
Ketidakharmonisan dalam rumah tangga
Alasan tersebut di atas adalah alasan yang paling kerap dikemukakan oleh pasangan suami – istri yang akan bercerai. Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga memerlukan perincian yang lebih mendetail.

Krisis moral dan akhlak
Selain ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh suami ataupun istri, misal mabuk, berzinah, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.

PerzinahanDi samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri.

Pernikahan tanpa cintaAlasan lainnya yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta. Untuk mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk mencoba menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik.

Adanya masalah-masalah dalam perkawinan
Menikah kembali setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.

Lalu hal apa yang akan mempengaruhi peluang untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor. Misalnya seorang wanita muda pun bisa memiliki kesempatan kurang dari menikah lagi jika dia memiliki beberapa anak. Ada banyak faktor seperti faktor pendidikan, pendapatan dan sosial.

Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang terus-menerus kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Esensi dalam pernikahan adalah menyatukan dua manusia yang berbeda latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih penting untuk diusahakan bersama.

Jakarta - Pembalap Rifat Sungkar menggugat cerai istri yang baru ia nikahi selama beberapa bulan. Sang mantan pacar, aktris Sissy Priscillia dikabarkan sebagai duri dalam pernikahan Rifat tersebut. Benarkah?Bintang 'Ada Apa Dengan Cinta' itu disebut-sebut sebagai orang ketiga dalam pernikahan Rifat. Namun dengan tegas, Sissy membantah kabar tersebut. Ia tak ingin namanya kembali dikait-kaitkan dengan cerita cinta sang mantan.

"Saya nggak tahu apa-apa dan nggak mau ikut campur urusan orang. Yang sudah lewat ya sudah. Jangan saya disangkutpautkan," ujar Sissy, saat ditemui di FX Plaza Jl. Jend. Sudirman, Jakarta Selatan, Senin (14/12/2009) malam.Sissy yang ditemui di acara press screening film terbarunya 'Bukan Malin Kundang' berujar bahwa ia sama sekali tak tahu alasan perceraian Rifat. Ia pun mengaku saat ini sedang sibuk dengan pekerjaannya dan tak punya waktu memikirkan kehidupan percintaannya.Namun ketika ditanya mengenai kemungkinan ia akan kembali ke pelukan sang pembalap, Sissy tak menolak ataupun menerima.Simak saja jawabannya."Nggak taulah, lihat aja nanti. Saat ini aku mau konsentrasi ke pekerjaan dulu. Soal itu mikirinnya nanti aja, mau sama siapa atau gimana," pungkas Sissy.

Analisis : perceraian dan pernikahan kembali merupakan hal yang aneh untuk sebagai masyarakat di indonesia.dimana orang berasumsi orang ketiga menjadi faktor pemicu perceraian.apalagi jarak perceraian dengan pernikahan baru agak dekat seperti kasus artikel diatas orang ketiga selalu menjadi momok yang menyeramkan di suatu rumah tangga(pernikahan).




Sumber:

http://www.academia.edu/5418626/HUBUNGAN_INTERPERSONAL

http://repastrepost.blogspot.com/2013/06/hubungan-interpersonal_1.html

https://silvinamar.wordpress.com/2013/06/

Minggu

Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan

Judul: Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan
Tugas Ke: 2
Nama: Gati Woro Kinasih
NPM: 13513659
Kelas: 2PA16


1. Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan

A. Teori Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri adalah interaksi yang berulang dengan diri Anda sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia (Calhoun dan Acocella dalam Sobur, 2003:526).

Penyesuaian diri merupakan suatu konstruksi/bangunan psikologi yang luas dan komplek, serta melibatkan semua reaksi individu terhadap tuntutan baik dari lingkungan luar maupun dari dalam diri individu itu sendiri. Dengan perkataan lain, masalah penyesuaian diri menyangkut aspek kepribadian individu dalam interaksinya dengan lingkungan dalam dan luar dirinya (Desmita, 2009:191).

Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya.Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, pransangka, depresi, kemarahan, dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis (Kartini Kartono, 2002:56).

Penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal (Schneiders dalam Desmita, 2009:192).

Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Menurut Fromm dan Gilmore, ada empat aspek kepribadian dalam penyesuaian diri yang sehat antara lain :
a. Kematangan emosional, yang mencakup aspek-aspek :
- Kemantapan suasana kehidupan emosional
- Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain
- Kemampuan untuk santai, gembira dan menyatakan kejengkelan
- Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri

b. Kematangan intelektual, yang mencakup aspek-aspek :
- Kemampuan mencapai wawasan diri sendiri
- Kemampuan memahami orang lain dan keragamannya
- Kemampuan mengambil keputusan
- Keterbukaan dalam mengenal lingkungan

c. Kematangan sosial, yang mencakup aspek-aspek :
- Keterlibatan dalam partisipasi sosial
- Kesediaan kerjasama
- Kemampuan kepemimpinan
- Sikap toleransi

d. Tanggung jawab, yang mencakup aspek-aspek :
- Sikap produktif dalam mengembangkan diri
- Melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel
- Sikap empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal
- Kesadaran akan etika dan hidup jujur
- Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri

Menurut Gunarsa, bentuk-bentuk penyesuaian diri ada dua antara lain:
a. Adaptive
Bentuk penyesuaian diri yang adaptive sering dikenal dengan istilah adaptasi. Bentuk penyesuaian diri ini bersifat badani, artinya perubahan-perubahan dalam proses badani untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan. Misalnya, berkeringat adalah usaha tubuh untuk mendinginkan tubuh dari suhu panas atau dirasakan terlalu panas.

b. AdjustiveBentuk penyesuaian diri yang lain bersifat psikis, artinya penyesuaian diri tingkah laku terhadap lingkungan yang dalam lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau norma.Misalnya, jika kita harus pergi ke tetangga atau teman yang tengah berduka cita karena kematian salah seorang anggota keluarganya, mungkin sekali wajah kita dapat diatur sedemikian rupa, sehingga menampilkan wajah duka, sebagai tanda ikut menyesuaikan terhadap suasana sedih dalam keluarga tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyesuaian Diri

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain :
Faktor Fisiologis. Struktur jasmani merupakan kondisi yang primer dari tingkah laku yang penting bagi proses penyesuaian diri
Faktor Psikologis. Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain pengalaman, aktualisasi diri, frustasi, depresi, dsb. 

Karakteristik Penyesuaian Diri

Menurut Enung karakteristik penyesuaian diri antara lain:
· Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional yang berlebihan.
· Tidak menunjukkan adanya mekanisme pertahanan diri yang salah.
· Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi.
· Memiliki pertimbangan yang rasional.
· Mampu belajar dari pengalaman.
· Bersikap realistik dan objektif.

B. Pertumbuhan Personal

Setiap orang ingin mencapai perturnbuhan pribadi yang utuh dan menye1uruh.Pertumbuhan pribadi yang utuh menyeluruh tentunya meliputi aspek fisik, psikis, sosial dan spiritual seseorang.Pertumbuhan pribadi yang utuh ini memungkinkan seseorang menjalani hidup damai dengan Tuhan, dengan diri, dan dengan sesama serta memenuhi tujuan hidup yang sejati. Di antara aspek-aspek yang lain, seringkali pertumbuhan aspek spiritual seseorang hanya dibatasi pada ranah pribadi .pendidikan berbasis agama, dan institusi keagamaan saja. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan pertumbuhan aspek spiritual yang dapat mempengaruhi kondisi fisik.Psikis, dan relasi sosial seseorang.

2. Stres

A. Arti Penting Stress

Stres adalah suatu kondisi anda yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting.

Sumber-sumber Potensi Stres

a. Faktor Lingkungan
Selain memengaruhi desain struktur sebuah organisasi, ketidakpastian lingkungan juga memengaruhi tingkat stres para karyawan dan organisasi.Perubahan dalam siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi, misalnya, ketika kelangsungan pekerjaan terancam maka seseorang mulai khawatir ekonomi akan memburuk.
b. Faktor Organisasi
Banyak faktor di dalam organisasi yang dapat menyebabkan stres. Tekanan untuk menghindari kesalahaan atau menyelesaikan tugas dalam.

Mengatasi Stres

Stres dapat diatasi atau diringankan dampaknya dengan cara:
mengkonsultasikan masalah yang sedang dihadapi kepada psikiater atau rekan kerja atau teman dekat
melakukan olahraga ringan
mengkonsumsi bahan makanan kaya gizi
menonton acara komedian atau lawak
bermain video game

B. Tipe-tipe Stres

1. Stres Baik
Stres tidak hanya dipicu sepenuhnya oleh pengalaman negatif.Bahkan, pengalaman positif juga dapat membawa stres, seperti upacara kelulusan atau pernikahan.Namun, tipe stres seperti ini dalam dosis kecil sebenarnya baik untuk sistem imun kita. Selain itu, tipe stres ini juga dapat membuat banyak orang lebih mudah untuk menciptakan tujuan dan menikmati proses mencapainya dengan penuh energi.

2. Distres InternalIni adalah tipe stres yang buruk.Distres merupakan tipe stres negatif hasil dari pengalaman buruk, ancaman, atau perubahan situasi yang tidak terduga dan tidak nyaman.Pada dasarnya, tubuh kita menginginkan rasa aman sehingga apabila rasa tersebut terusik, tubuh pun mengalami distres.

3. Distres Akut
Distres akut terjadi ketika seseorang mengalami distres yang dipicu oleh peristiwa buruk yang berlalu dengan cepat. Sementara stres kronik terjadi ketika seseorang harus menahan stres dalam waktu yang lama. Kedua tipe stres tadi akan memicu timbulnya hiperstres.

4. HipostresTernyata hari-hari tanpa kekhawatiran dan tantangan juga dapat memicu tipe stres lainnya, yaitu hipostres.Hipostres merupakan "ketidakadaan" stres, tetapi bisa juga diartikan kebosanan yang ekstrem. Seseorang yang mengalami hipostres mungkin merasa tidak tertantang, tidak memiliki motivasi untuk melakukan apa pun. Hipostres dapat memicu perasaan depresi dan kesia-siaan.

5. EustresEustres merupakan stres yang sangat berguna lantaran dapat membuat tubuh menjadi lebih waspada.Eustres membuat tubuh dan pikiran menjadi siap untuk menghadapi banyak tantangan, bahkan bisa tanpa disadari.Tipe stres ini dapat membantu memberi kekuatan dan menentukan keputusan, contohnya menemukan solusi untuk masalah.

Tahap-Tahap Stres

Tahap-tahap stress terdiri dari beberapa tingkatan. Menurut Robert J.Van Amberg,1979 (Hidayat, 2008), stres dapat di bagi kedalam enam tahap sebagai berikut:

Tahap PertamaTahap ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya di tanadai dengan munculnya semangat yang berlebihan, penglihatan lebih “tajam”dari biasanya, dan biasanya (namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan dan timbulnya rasa gugup yang berlebihan).
Tahap Kedua
Pada tahap ini, dampak stres yang semula menyenangkan mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan karena habisnya cadangan energi. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan antara lain merasa letih sewaktu bangun pagi dalam kondisi normal, badan (seharusnya terasa segar), mudah lelah sesudah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, jantung berdebar-debar, otot punggung dan tengkuk terasa tegang dan tidak bisa santai.
Tahap KetigaJika tahap stres sebelumnya tidak ditanggapi dengan memadai, maka keluhan akan semakin nyata, seperti gangguan lambung dan usus (gastritis atau maag, diare), ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang, gangguan pola tidur (sulit untuk mulai tidur, terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur, atau bangun terlalu pagi dan tidak dapat tidur kembali), tubuh terasa lemah seperti tidak bertenaga.
Tahap KeempatOrang yang mengalami tahap-tahap stres di atas ketiga memeriksakan diri ke dokter sering kali dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya. Namun pada kondisi berkelanjutan, akan muncul gejala seperti ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas rutin karena perasaan bosan, kehilangan semangat, terlalu lelah karena gangguan pola tidur,kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun, serta muncul rasa takut dan cemas yang tidak jelas penyebabnya.
Tahap KelimaTahap ini ditandai dengan kelelahan fisik yang sangat, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan ringan dan sederhana, gangguan pada sistem pencernaan semakin berat, serta semakin meningkatnya rasa takut dan cemas.
Tahap KeenamTahap ini merupakan tahap puncak, biasanya ditandai dengan timbulnya rasa panik dan takut mati yang menyebabkan jantung berdetak semakin cepat, kesulitan untuk bernapas, tubuh gemetar dan berkeringat, dan adanya kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan

General Adaptation Syndrom

Reaksi fisiologis tubuh terhadap perubahan-perubahan akibat stress disebut sebagai general adaption syndrome, yang terdiri dari tiga fase:

a. Alarm Reaction (reaksi peringatan) 
Pada fase ini tubuh dapat mengatasi stressor(perubahan) dengan baik. Apabila ada rasa takut atau cemas atau khawatir tubuh akan mengeluarkan adrenalin, hormon yang mempercepat katabolisme untuk menghasilkan energi untuk persiapan menghadapi bahaya mengacam. Ditambah dengan denyut jantung bertambah dan otot berkontraksi.

b. The Stage of Resistance( reaksi pertahanan)
Reaksi terhadap stressor sudah mencapai atau melampaui tahap kemampuan tubuh.Pada keadaan ini sudah dapat timbul gejala-gejala psikis dan somatis.Respon ini disebut juga coping mechanism. Coping berarti kegiatan menghadapi masalah, misalnya kecewa diatasi dengan humor, rasa tidak senang dihadapi dengan ramah dan sebagainya

c. Stage of Exhaustion( reaksi kelelahan)
Pada fase ini gejala-gejala psikosomatik tampak dengan jelas. Gejala psikosomatis antara lain gangguan penceranaan, mual, diare, gatal-gatal, impotensi, exim, dan berbagai bentuk gangguan lainnya.Kadang muncul gangguan tidak mau makan atau terlalu banyak makan.

C. Symptom-Reducing Responses Terhadap Stress

Kehidupan akan terus berjalan seiring dengan brjalannya waktu. Individu yang mengalami stress tidak akan terus menerus merenungi kegagalan yang ia rasakan. Untuk itu setiap individu memiliki mekanisme pertahanan diri masing-masing dengan keunikannya masing-masing untuk mengurangi gejala-gejala stress yang ada.


Mekanisme Pertahanan Diri

1. IndentifikasiIndentifikasi adalah suatu cara yang digunakan individu untuk mengahadapi orang lain dengan membuatnya menjadi kepribadiannya, ia ingin serupa dan bersifat sama seperti orang lain tersebut. Misalnya seorang mahasiswa yang menganggap dosen pembimbingnya memiliki kepribadian yang menyenangkan, cara bicara yang ramah, dan sebagainya, maka mahasiswa tersebut akan meniru dan berperilaku seperti dosennya.
2. KompensasiSeorang individu tidak memperoleh kepuasan dibidang tertentu, tetapi mendapatkan kepuasaan dibidang lain. Misalnya Andi memiliki nilai yang buruk dalam bidang Matematika, namun prestasi olahraga yang ia miliki sangat memuaskan.
3. Overcompensation / Reaction Formation Perilaku seseorang yang gagal mencapai tujuan dan orang tersebut tidak mengakui tujuan pertama tersebut dengan cara melupakan serta melebih-lebihkan tujuan kedua yang biasanya berlawanan dengan tujuan pertama. Misalnya seorang anak yang ditegur gurunya karena mengobrol saat upacara, beraksi dengan menjadi sangat tertib saat melaksanakan upacara san menghiraukan ajakan teman untuk mengobrol.
4. SublimasiSublimasi adalah suatu mekanisme sejenis yang memegang peranan positif dalam menyelesaikan suatu konflik dengan pengembangan kegiatan yang konstruktif.Penggantian objek dalam bentuk-bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat dan derajatnya lebih tinggi.Misalnya sifat agresifitas yang disalurkan menjadi petinju atau tukang potong hewan.
5. ProyeksiProyeksi adalah mekanisme perilaku dengan menempatkan sifat-sifat bain sendiri pada objek diluar diri atau melemparkan kekurangan diri sendiri pada orang lain. Mutu Proyeksi lebih rendah daripada rasionalisasi. Contohnya seorang anak tidak menyukai temannya, namu n ia berkata temannya lah yang tidak menyukainya.
6. IntroyeksiIntroyeksi adalah memasukan dalam diri pribadi dirinya sifat-sifat pribadi orang lain. Misalnya seorang wanita mencintai seorang pria lalu ia memasukkan pribadi pria tersebut ke dalam pribadinya.
7. Reaksi KonversiSecara singkat mengalihkan koflik ke alat tubuh atau mengembangkan gejala fisik.Misalnya belum belajar saat menjelang bel masuk ujan, seorang anak wajahnya menjadi pucat berkeringat.
8. RepresiRepresi adalah konflik pikiran, impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan paksaan ditekan ke dalam alam tidak sadar dan dengan sengaja melupakan. Misalnya seorang karyawan yang dengan sengaja melupakan kejadian saat ia di marahi oleh bosnya tadi siang.
9. SupresiSupresi yaitu menekan konflik impuls yang tidak dapat diterima secara sadar.Individu tidak mau memikirkan hal-hal yang kurang menyenangkan dirinya.Misalnya dengan berkata “Sebaiknya kita tidak membicarakan hal itu lagi.”
10. DenialDenial adalah mekanisme perilaku penolakan terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan.Misalnay seorang penderita diabetes memakan semua makanan yang menjadi pantangannya.
11. RegresiRegresi adalah mekanisme perilaku seorang yang apabila menghadapi konflik frustasi, ia menarik diri dari pergaulan. Misalnya artis yang sedang digosipkan selingkuh karena malu maka ia menarik diri dari perkumpulannya.
12. FantasiFantasi adalah apabila seseorang menghadapi konflik-frustasi, ia menarik diri dengan berkhayal/berfantasi, misalnya dengan lamunan. Contoh seorang pria yang tidak memilki keberanian untuk menyatakan rasa cintanya melamunkan berbagai fantasi dirinya dengan orang yang ia cintai.
13. Negativisme
Adalah perilaku seseorang yang selalu bertentangan / menentang otoritas orang lain dengan perilaku tidak terpuji. Misalkan seorang anak yang menolak perintah gurunya dengan bolos sekolah.
14. Sikap Mengritik Orang Lain
Bentuk pertahanan diri untuk menyerang orang lain dengan kritikan-kritikan. perilaku ini termasuk perilaku agresif yang aktif. Misalkan seorang karyawan yang berusaha menjatuhkan karyawan lain dengan adu argument saat rapat berlangsung.

D. Pendekatan Problem Solving terhadap Stress

Salah satu cara dalam menangani stress yaitu menggunakan metode biofeddback, tekniknya adalah mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang terkena stress kemudian belajar untuk menguasainya. Tekhnik ini menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit sebagai Feedback.
Melakukan sugesti untuk diri sendiri juga dapat lebih efektif karena kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendri. Berikan sugesti-sugesti yang positif, semoga cara ini akan berhasil ditambah dengan pendekatan secara spiritual (mengarah pada Tuhan).

1. Meningkatkan Toleransi StressMenigkatkan toleransi terhadap stress dengan cara menigkatkan keterampilan / kemampuan diri sendiri, baik secara fisik maupun psikis, misalnya secara psikis : menyadarkan diri sendiri bahwa stress memang selalu ada dalam setiap aspek kehidupan dan dialami oleh setiap orang, walaupun dalam bentuk dan intesitas yang berbeda. Secara fisik : mengkonsumsi makanan dan minuman yang cukup gizi, menonton acara-acara hiburan di televisi, berolahraga secara teratur, melakukan tai chi, yoga, relaksasi otot, dan sebagainya.
2. Strategi Coping untuk Mengatasi Stress
Menghilangkan stress mekanisme pertahanan dan penanganan yang berfokus pada masalah. Menurut Lazurus penanganan stress atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu :
Coping yang berfokus pada masalah (problem focused coping) adalah istilah Lazurus untuk strategi kognitif untuk penanganan dtress atau coping yang digunakan oleh individu yang mengahadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
Coping yang berfokus pada emosi (problem focused coping) adalah isitlah Lazurus untuk strategi penanganan stress diaman individu memberikan respon terhadad situasi stress dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penialaian defensif.
Strategi Penanganan Stress dengan Mendekat dan Menghindar
Strategi mendekati (approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stress dan usaha untuk mengahadapi penyebab stress tersebut dengan cara mengahadapi penyebabnya atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung.
Strategi menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stress dan usaha yang muncul dalam tingkah laku, untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stress.



Sumber:

  • http://www.psychologymania.com/2015/05/pengertian-stress.html
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Stres
  • http://www.psychologymania.com/2015/05/pengertian-stress.html
  • http://penyesuaiandiridanpertumbuhanpersonal.blogspot.com/